Awali dengan mimpi lalu bergerak melaju tak terbatas

Senin, Februari 29, 2016

Malam vina

"Iya yah, lagi siapa sih yang mau ke bandung cepet-cepet. Duh kalo bandung jakarta kaya bandung cimahi sih, maunya juga langsung balik lagi aja abis itu" seketika terngiang akan ucapannya saat menjawab pertanyaan ayah di telpon. Merasa bersalah. 'Kok ga sopan amat yah' batinnya.

Bagaimana tidak? Vina besok harus kembali ke tanah rantauannya karena ada pertemuan 'terakhir' dengan salah satu gengnya. Anggaplah salah satu personilnya ini akan pergi jauh, dan besok benar-benar hari terakhir temannya jika vina ingin bertemu.

Dan lagi, sehabis itu, malamnya vina juga harus menghadiri sesi foto salah satu kepanitiaan yang ia ikuti. Sebenarnya agenda ini telah direncanakan di minggu lalu, namun terkendala oleh salah satu dari temannya yang tidak dapat menghadiri. 'Kalau bisa fullteam yah, kita belajar respect to people' sang ketua menutup pembicaraan setelah menentukan tanggal pengganti.

Kemudian malam itu, dalam kondisi vina yang belum bisa mengakui bahwa besok harus kembali ke tanah rantauan, ayah menghubunginya lewat handphone ibu. 
'Kak, kalo ga penting-penting amat gausah ke bandung dulu, di jakarta aja bantu ibu, ngapain kek, mana ibu lagi sakit kan itu. Lagi kamu mau ngapain sih disana 4 hari? Ayah kan baru bisa bantu kamu pindahan akhir pekan ini.'


Dari jumat lalu, vina sudah menetap di rumah sambil menunggu jadwal sidang up. Vina sudah off dari organisasi dan mengontrol kepanitiaan yang ia ikuti. Dunia perkuliahan pun tak sepadat dulu, jadwalnya semakin lengang. Ia sebenarnya tak perlu lagi menunggu weekend ataupun tanggal merah lainnya jika ingin pulang. Ia cukup mengontrol kegiatan dan jadwal bimbingannya.

Berulang kali ayah bertanya, 'jadinya sidang tanggal berapa?'
'Belum tau yah, makanya kan ini ke bandung, biar diurus dulu' vina mencari pembenaran, padahal ia tau hal ini baru bisa diurus kamis, ia bisa saja menunda ke bandung 2 hari lagi, namun ia teringat akan janjinya.


'Ya silahkan saja jika memang benar adanya' suara dari sebrang sana menanggapi. Kebimbangan vina seakan teredam, padahal hatinya bergejolak.


Kali ini, rasanya ia ingin meminta maaf pada ayah. Kala itu, hatinya hanya sedang kacau. Ia yang masih menyiapkan hatinya untuk kembali besok, tapi direnteti pertanyaan ayah yang seperti itu (padahal sebenarnya ada benarnya) namun ia nya saja yang terlalu berperasa, peka berlebihan, ia merasa terpojokkan. Kemudian dengan mudahnya terlontar kata-kata seperti itu.

'Mohon maaf ya yah, doakan vina agar bisa memaksimalkan waktu luang ini' batinnya dalam hati kemudian ia menutup mata sambil menarik selimutnya. Malam sudah larut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar