Sepertinya ini bukan pertama kalinya aku memegang
suction. Tapi, kali ini kok agak canggung ya. Mungkin, karena sudah terlalu
lama............
Hari ini aku ikut temen umma praktek di kliniknya
lagi, mengisi waktu luang di hari libur. Liburan semester lalu pun aku sempat
ikut beberapa kali merusuh di tempat prakteknya. Menemukan pasien abses,
melihat proses menambal yang sekaligus tiga gigi, ikut memegang light cure
padahal aku baru belajar teori komposit yang itu pun belum nempel nempel amat emang
sekarang udah?, diminta untuk mengaduk glass ionomer yang pada saat itu
baru pertama kali melihat wujudnya.
Aku baru datang jam 10.20, terlambat tindakan dua
pasien, yang satu sedang di meja registrasi untuk melakukan pembayaran dan yang
satu lagi sedang di dalam ruangan. “drg B itu orangnya tertib, rapih, kamu
jangan malu-maluin” teringat perkataan umma ketika aku masih bersantai
mempersiapkan berbagai hal. “kan naik motor mah, cepet” aku menjawab singkat.
Penyesalan memang selalu di akhir.
Ah! Aku lupa bawa hasil panoramic fitri! Kuambil
handphone dan segera meminta yang di seberang sana untuk mengantarnya. “iya,
nanti sekalian lewat”
Aku melihat tindakan penambalan komposit, kali ini aku
bisa mencerna dengan cukup baik. Melihat tindakan scalling seluruh regio dan
juga pencabutan akar gigi pedo yang memerlukan anestesi. Setiap tindakan yang
beliau lakukan, beliau selalu menanyakan padaku, memastikan mengerti dan
kemudian menjelaskannya. :’)
“dimana de? Buruan lama amat, ditungguin nih” aku
telpon fitri untuk segera membawa hasil ronsen dan memeriksakan gigi
perikoronitisnya ke klinik. Semalam, aku melihat hasil ronsennya impaksi kelas
3 di sebelah kanan. Dan berspekulasi mesti di odontektomi.
Sesampainya fitri di ruangan, proses anamnesis
dilakukan. “ini yang sebelah kiri suka sakit, pernah bengkak juga, ganjel gitu”
tutur fitri ke drg nya. Lalu beliau memeriksakan kondisi klinis yang sebenernya
aku juga udah liat. “loh, sebelah kiri ya? Ini dari hasil ronsen yang sebelah
kiri normal, berarti ini karena faktor higienisnya aja, kamu nyikat giginya
gabener, jadi makanannya nyangkut. Ini gausah dicabut, paling diambil bagian
gusi atasnya, bisa kok sama aku”
‘oh kamu yang sakit yang sebelah kiri dek?’ twew.
malah balik nanya, aku semalem lupa nyocokin hasil ronsen sama keluhan fitri di
gigi sebelah mana. “kalo yang sebelah kanan harus di odon kan ya dok?”
tanyaku mengalihkan pembicaraan keteledoranku. “iya, harus ke bedah mulut, aku
gabisa kalo ini, tapi selama gaada keluhan, gapapa kok” tuturnya menambahkan.
“aku jadwalin aja ya, kamis ini pulang sekolah jam
berapa? Nanti muthi jadi asistennya ya, belum pulang kan?”
“i...........ya..i..ya...dok”
“i...........ya..i..ya...dok”
“besok jam 9.30 aja ya, ajak umma nanti kamu belajar
scalling, sama oh ya, ada *sebut saja bunga* anaknya ibu mawar, kamu kenal ga?
Dia gigi depannya ada karies, sekalian aja belajar nambal” mungkin melihat
ekspresi mukaku yang tegang, beliau menambahkan “gapapaaa temen kok”
--------
Lagi – lagi hishna muthiah baru berangkat jam 9.30.
“teh, kamu tuh harus belajar disiplin” terngiang-ngiang suara umma ketika di
perjalanan menuju klinik mengendarai motor. Kali ini yang kubawa haifa, entah
mengapa umma menjadi so sibuk ditambah zaki yang tidak masuk sekolah karena
‘sakit’, bilang aja umma gamau jadi pasien pertama w zzzzz Kebetulan haifa hari
ini libur, karena kelas 9 ada ujian try out, trus juga gigi susunya ada yang
perlu dicabut, sisa akar.
Beberapa kali diingetin, ‘tangannya jangan nyenderan
di kepala pasien’ ketika melihat tangan kiriku yang memegang kaca mulut berada
tepat di kepala haifa, atau..... ‘tangannya jangan neken pasien’ ketika melihat
tangan kananku yang memegang scaller bersandar di badan haifa. Untung pasiennya
masih haifa.
Setelah melakukan scalling, aku cuma berharap pada
saat klinik nanti kita menggunakan scaller. Tapi roman-romannya itu hanya akan
menjadi angan, karena unpad masih menggunakan alat manual ._. Saat tindakan
pencabutan, tentu saja bukan aku, aku cuma ngambilin ben, tang, ngolesin
anestesi gel sama masang citoject.
![]() |
diambil oleh drg untuk diperlihatkan kepada umma yang tidak mau menjadi pasien pertamaku |
Bunga sudah siap di dental chair. “tenang aja bung, aku dampingin kok” kata drg melihat ketegangan bunga ketika aku mulai memegang kaca mulut dan bur.
“hush, jangan pegang bur dulu, diliat dulu, kan observasi.”
“oh... iya iya...” aku menyimpan bur, dan mengambil sonde. bung, aku juga tegang, batinku
Katanya ada karies di gigi dari bagian palatal. Ku telusuri.. dan jreng. Ada di 21 sebelah proksimal distal dan 22 bagian mesialnya pun sudah terkena. Aku mencoba untuk tidak memperlihatkan kepanikanku, mengambil bur dan mulai preparasi.
Zennggg zennggg, kaca mulutnya terciprat air dari bur. Aku mengambil tisu, dan memulainya kembali. Zennggg zennggg hembusan nafas bunga menutupi kaca mulut yang aku gunakan. ‘kamu coba posisinya begini’ drg mencontohkan ketika melihat keresahanku.
Aku mencoba kembali, zennggg zennggg.. kemudian terlihat bunga sedikit meringis. Perawat yang sekarang menjadi pasien pertamaku ini mandiri sekali, dia memegang suction sendiri. :’)
‘ini ini coba kaya begini’ drg mengambil alih tindakan sembari menjelaskan. Aku yang masih tegang, mengambil alih suction. ‘wah ini kayanya dalem sampai pulpa’ hah.......menghela napas sejenak, berarti bukan karena aku yang sembarangan kan ya :’’’’’
Dengan mantap, drg membuang seluruh bagian karies. Bunga meringis lagi. ‘masih kuat ga bung? Gapapa..... kalo sakit, mau pake anestesi aja?’ bunga mengangguk. ‘mut, ambil sitojek’
Alhasil, gigi 22 bagian distalnya pun di preparasi karena sudah cukup dalam meskipun masih di area dentin. ‘ini perlu devitalisasi dulu ya dok?’ tanyaku melihat preparasi gigi 12. ‘iya, ambilin euparal sama eugenol dibuat di kapas kecil aja’ lalu setelah itu, gigi 12 bunga diaplikasikan tambalan sementara.
Aku masih ba-nget per-lu sa-ngat be-la-jar, yang udah dipelajarin aja masih repot L Beneran......... tegangnya bukan lagi berasa karena tuntutan dosen minta ini itu, bukan lagi karena pengen cepet-cepet selesai, tapi karena ngeliat pasien, dari mulai kaca mulutnya gampang berembun, air dari bur nya muncrat muncrat kena muka pasien.
‘kalo di pasien, pantumnya gabisa berekspresi ya?’ drg nya menegaskan sambil tertawa kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar