Awali dengan mimpi lalu bergerak melaju tak terbatas

Selasa, September 21, 2010

Lautan Garam

Setelah tenda selesai didirikan, mereka semua beristirahat sejenak di dalam tenda sembari mengobrol dengan sedikit memakan snack-snack kecil yang dikeluarkan oleh tangan Tania yang putih kurus dari tas Rani yang besar itu. Yah, memang Rani adalah orang yang paling bersemangat mengikuti perjalanan ini, barang-barang bawaannya sangatlah lengkap. Walaupun jika dilihat sekilas dari wajahnya yang lembut orang tidak akan ada yang menduga bahwa dia mampu memikul barang bawaannya yang berat naik ke atas gunung. Tidak ada yang membuka obrolan hanya terdengar suara Nita dan Shinta yang merdu bernyanyi-nyanyi kecil dan sedikit menjentik-jentikkan jarinya yang lentik cocok dengan muka mereka yang cantik dan manis. Nita dan Shinta memang hobi menyanyi dan mereka adalah personal anggota nasyid di sekolah mereka.

“Mith, ada apaan tuh di tangan kamu ?” suara Tania yang lembut mengagetkan Mitha, walaupun bila didengar dari intonasi berbicara dan ekspresi muka cantiknya sebenarnya tidak membuat orang kaget ataupun panik.

Mitha tidak menjawab, ia tidak melihat apa yang ada di tangannya, ia panik, ia langsung mengibas-ngibaskan tangannya mencoba menyingkirkan sesuatu yang ada di tangannya yang bersih tanpa ada bekas cacar itu. Sebelumnya, memang sudah ada yang bilang bahwa di sini banyak pacet ( sejenis lintah ). Terdengar suara Nita dan Shinta yang bertanya-tanya akan apa yang telah terjadi. Tidak ada yang menjawab, semua memperhatikan apa yang baru saja terjadi. Mitha takut jika yang ada di tangannya itu adalah pacet, dan ternyata setelah sesuatu itu terjatuh... Mereka semua melihat, ternyata memang benar PACET. Untung saja pacet itu belum sempat menggigit tangan Mitha.

“Ambil garem ambil garem !” perintah Rani dengan suara setengah berteriak berinisiatif untuk menaburkan garam ke pacet tersebut.

Entah siapa yang mengambilkannya langsung saja Tania yang menaburkan garam ke pacet tersebut. Mereka semua memperhatikan reaksi pacet itu, karena memang inilah pertama kalinya mereka melihat dan berinteraksi langsung dengan pacet. Mereka perhatikan sejenak pacet itu, pacet itu hanya terdiam dia mungkin sudah tidak bisa berjalan dan sesaat kemudian dari dalam tubuh pacet itu keluar darah, mereka terkagum-kagum dengan apa yang baru saja mereka lihat.

Dengan sigapnya Rani berinisiatif mengambil kamera berniat untuk mengabadikan pertemuan pertama mereka dengan pacet . Setelah mendapatkan fotonya Rani, Nita dan Shinta membuang pacet itu. Setelah kami merasa cukup aman, lalu kami membuka obrolan tentang apa yang baru saja terjadi.

“Kaget gue si Tania tuh langsung begitu banget ngomongnya” suara Rani membuka obrolan, dengan sedikit perasaan yang masih merasakan apa yang baru terjadi. Kaget bercampur panik, cemas, khawatir dll.

“Tau ya, langsung berhenti nyanyi kan kita” saut Nita dengan nada yang datar, begitulah jika Nita berbicara hanya singkat, sedikit ekspresi, dan senyuman simpul.

“Iya, mana pas gue liat mukanya si Mitha langsung pucet gitu .. HAHAHA” saut Shinta membuyarkan kepanikan kami semua. Sejenak kami semua tertawa.

“Ehm, perhatiannya sebentar ya, tolong kalau keluar tenda menggunakan sepatu, dan selalu menggunakan kaus kaki. Karena sudah kita ketahui disini banyak pacet. Oh iya tolong celananya dimasukkan ke dalam kaus kaki supaya bisa menghambat masuknya pacet ke dalam tubuh. Terimakasih” datang tiba-tiba petugas keliling yang tinggi besar dengan suara beratnya bertugas di sekeliling tenda memberikan sedikit peringatan. Mitha dan Shinta masih terlelap dalam tawanya.

Hanya beberapa yang mendengar, mungkin Tania melihat Mitha yang sedari tadi tidak memerhatikan apa yang petugas sampaikan. Ia menyenggol tangan Mitha bermaksud menghentikan tawanya dan mengulangi lagi perkataan petugas itu kepada Mitha sembari membetulkan kaus kakinya. Mitha menurutinya. Diturunkannya kaus kaki kanannya terlebih dahulu. Betapa terkejutnya Mitha melihat darah yang ada di kaus kakinya.

“Eh apaan nih, kok ada darah? Kok ada darah sih?” suaranya membuat semua menoleh dan terkejut. Dan orang yang berada di sampingnya sedikit menjauh untuk berwaspada bila ada pacet (lagi). Mitha langsung menggosok-gosokkan celananya untuk berjaga-jaga bila masih ada pacet yang menempel di kaki ataupun celananya. Sejenak terlihat Mitha yang sedikit tenang, mungkin dia merasa tidak ada sesuatu yang menempel di kakinya.

“Udah lepas kali, udah ga ada tuh kayanya.” Mitha menoleh, ternyata itu suara Nita, baru kali ini ia melihat Nita berbicara dengan ekspresi. ( yah.. walaupun sedikit ), dan mulai sedikit membuat semuanya tenang.

“Tuh, tuh itu pacet lagi tuh, itu pacet yang gigit si Mitha tadi kali ..” Tania mengingatkan, entah kenapa kali ini dia jeli sekali cara melihatnya.

Mungkin karena sudah terbiasa dengan adanya pacet di sekitar mereka atau perkataan petugas keliling yang memberitahukan bahwa pacet menghisap darah kotor membuat mereka semua agak sedikit tenang. Ditaburkannya garam ke tubuh pacet tersebut. Kali ini sebelum salah satu dari mereka menaburkan garam ke pacet tersebut mereka melihat cara jalan pacet yang mereka anggap itu cara berjalan yang aneh. Dan sekali lagi mereka melihat darah yang keluar dari tubuh pacet setelah di taburkan garam.

“Ehm, eh eh dengerin, mau ga? gimana kalo kita taburin garem disekeliling tiker, sampe ke tiker tikernya deh kalo bisa..” usul Shinta diikuti dengan anggukan yang lainnya.

“Iya iya gapapa deh, daripada ada yang kena pacet lagi” jawab Mitha menyetujui mungkin dia juga takut terkena lagi.

Akhirnya setelah terlihat semuanya menyetujui, Shinta, Rani, dan Nita menaburkan garam di seluruh tempat yang mereka tempati, dari mulai tikar yang digunakan untuk tidur, tempat menaruh barang-barang, tas, dan sampai-sampai sebelum tidur Rani menaburkan garam di seluruh kepalanya. Yah, bisa dibilang malam itu mereka semua tidur di lautan garam ..

_Hishna Muthiah_ XI IPA 2_B.Indonesia_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar